Langsung ke konten utama

MTMA to Bau-Bau: Hari Pertama di Kota Semerbak

Bau-Bau, December 9th, 2015

Pengaruh jetlag membuat kami semua terlelap hingga pagi datang. Hanya kak Selvi dan Sukma yang bangun di subuh hari. Kebetulan Athy dan saya lagi tidak shalat, jadi kami masih asyik tidur hingga jam 7. Sekitar jam 8 pagi, kami semua terbangun kelaparan. Kami menanti sarapan pagi diantarkan ke kamar. Namun hingga jam 9 pagi, sarapan pagi tak kunjung datang. Kami pun bingung, apa sesungguhnya yang terjadi. Mengapa kami tidak mendapat pelayanan sebagaimana pengunjung hotel biasanya? Akhirnya, kami pun sepakat untuk keluar mencari tahu mengapa tidak ada pelayanan dan atau mencari makanan. hehehe!!!


Silih berganti, kami mandi dan berpakaian. Karena tidak ada run-down acara, kami pun bingung dengan pakaian yang akan kami kenakan dan apa yang akan kami lakukan. Pak Ibrahim belum juga menghubungi kami. Kami juga tidak enak mau menghubunginya karena takutnya kami malah mengganggu kesibukannya. Sebagaimana yang kami semua ketahui kalau beliau adalah orang yang sangat sibuk. Confuse mode ON. Athy pun memutuskan untuk minta dijemput oleh sepupunya di hotel. Satu per satu diantara kami telah selesai mandi dan siap dengan pakaian casual. Sambil menunggu Kak Selvi, yang mandi belakangan, saya bersama Sukma dan Athy keluar di teras belakang kamar menikmati view yang indah sambil ber-selfie. View kamar kami adalah lautan, Pelabuhan Murhum Bau-Bau sangat jelas terlihat dari kamar kami tersebut. Tak lama kemudian, Kak Selvie juga selesai berpakaian.
Hi,,,They're Sukma and Athy (Roommates)
Sekitar jam 10 pagi, Athy dijemput oleh sepupunya yang berdomisili di Bau-Bau. Tak lama setelah Athy pergi, saya bersama Kak Selvi dan Sukma keluar dari kamar hotel, turun ke lobby. Melihat situasi dan kondisi hotel yang super sepi, kami pun menyadari kalau sesungguhnya memang tidak ada pelayanan sebagaimana yang kami bayangkan. Receptionist saja tidak di tempatnya. Kami pun berfoto di tangga turun, di atas lobby sebelum meninggalkan hotel untuk mencari makan. 
On stairs (Above Lobby)
Sukma and Me
Girls on Stairs
Kami meninggalkan hotel, jalan ke arah kiri hotel mencari warung. Bukannya warung makan yang kami dapati melainkan warung toserba, milik salah seorang warga setempat. Kami singgah duduk di pinggir jalan, melihat orang maupun kendaraan lalu lalang sambil bercerita. Dari beberapa orang yang lewat di hadapan kami, sepintas terdengar bahasa yang tidak kami ketahui. Kami tahu kalau itu adalah bahasa daerah orang setempat. Sambil bercerita, satu persatu teman kami yang lainnya ikut keluar dari kamar dan ikut nongkrong di pinggir jalan. Rasa lapar pun semakin tak tertahankan. Kak Selvi pun masuk ke warung itu untuk membeli sesuatu yang bisa mengganjal perut. Dia keluar dengan dua bungkus MIE SEDAAAP GORENG di tangannya. Layaknya snack, kami menikmati mie instant tersebut tanpa perlu memasaknya atau menyiramnya lagi. Meskipun demikian, kami tetap menghabiskannya. Orang lapaarrrr,,,hahaha! Setelah itu, silih berganti, teman laki-laki kembali masuk ke warung tersebut. Ada yang keluar dengan beberapa botol soft-drink, ada juga yang keluar dengan 2 botol air mineral. Yah, segalanya dinikmati bersama. Berbagi satu sama lain. Hmmm….inilah wujud daripada kebersamaan untuk survive di daerah asing.
On Mawar Road, around Mira Htl.
Sekitar jam 11, Hendra, teman kami yang paling belakang siap-sedia pun datang. Salah seorang teman mengatakan kalah salah satu keluarga Hendra akan datang menjemput. Katanya kami akan diajak ke rumah keluarganya yang kebetulan lagi ada acara. Tak lama kemudian, sebuah mobil tiba-tiba berhenti di depan kami semua. Karena tidak begitu percaya, kami tinggal melongo sejenak hingga Hendra mengajak kami semua naik ke mobil tersebut. Kami perempuannya bingung mau naik atau tidak. Bagaimana tidak, kami sudah terlanjur memesan makanan sama Athy yang lagi ke rumah keluarganya juga untuk mengambil pakaian. Sepertinya tidak lama lagi juga, Athy akan datang dengan makanan pesanan kami. Namun, mereka tak membiarkan kami mengatakan tidak. Kami pun naik ke mobil tersebut. Begitu kami naik ke mobil, terlihat sebuah motor memasuki hotel. Sepertinya Athy sudah datang juga. Kak Selvi pun menghubungi Athy untuk meninggalkan makanan di hotel dan ikut dengan kami. Namun, Athy tidak mau ikut. Dia hanya ingin mengambil kunci kamar dan masuk ke hotel. Dia tidak bersedia ikut dengan kami semua ke rumah keluarganya Hendra. Kami semua yang telah memesan makanan pun merasa tidak enak hati dengan Athy. Kami memesan makanan lalu pergi ke tempat lain sebelum memakan makanan yang kami pesan. Abhe, selaku orang terdekatnya Athy, diminta bertanggung jawab atas hal tersebut. Hahaha!

Sekitar 30 menit menikmati jalanan yang asing bagi kami semua, kami tiba di sebuah rumah yang lagi di pasangi pelaminan. Sebelumnya, sopir sempat berhenti di salah satu rumah keluarga mereka juga untuk menitipkan sekotak minuman. Sesampainya di rumah keluarga Hendra, kami diminta langsung naik ke lantai dua. Kami pun naik, berhenti pas di depan pintu masuk dan duduk melingkar alias tudang sipulung. Hehehe! Tak lama kami duduk, pemilik rumah datang membawakan beberapa piring kue tradisional, yang sudah tidak asing lagi di mata kami. Tak lupa juga, mereka memberikan kami beberapa gelas air mineral. Sebelum masuk kembali, pemilik rumah langsung meminta kami semua menikmati kue yang telah mereka hidangkan. Tanpa menunggu waktu yang lama, kami menikmati kue-kue tersebut. Alhamdulillah yaaa!!!
Starving' Pose :D
Traditional Cake
Beberapa menit kemudian, kami diminta turun ke bawah. Sampai di bawah, kami baru ngeh, kalau ternyata kami diminta turun untuk makan nasi. Sebuah meja yang penuh dengan berbagai jenis olahan ikan sudah siap santap. Kami diminta langsung ambil makanan di meja tersebut. Sambil ngantri, beberapa orang yang juga sedang makan di depan meja tersebut menyapa kami. Mereka kaget saat mengetahui bahwa kebanyakan dari kami juga orang bugis yang berasal dari Bone, seperti pemilik rumah yang juga berdarah Bugis-Bone. Selesai ambil makanan, kami kembali duduk melingkar, menyantap makanan kami. Teman-teman sangat menikmati menu yang ada, yang tidak lain adalah ikan. Tapi tidak dengan saya, saya malah bingung harus mengambil lauk apa saat berdiri di depan meja sebelumnya. Bagaimana tidak, semua lauk yang tersedia di meja tersebut adalah ikan dan bukan ikan yang biasa saya makan. Sebagai wujud rasa syukur dan untuk menghargai kebaikan pemilik rumah, mau tidak mau saya harus mengambil salah satu olahan ikan yang ada. Saya memilih ikan asap yang berkuah.

Selesai makan, kami keluar duduk di teras rumah. Kami duduk sambil cerita satu sama lain. Teman kami yang perokok, menikmati rokoknya masing-masing, layaknya sebuah makanan penutup. Beberapa menit kemudian, kami pun masuk pamit karena sudah jam 12 siang. Waktu dhuhur segera tiba. Alhamdulillah, jauh-jauh ke daerah orang lain, masih dipertemukan dengan sesama orang Bugis yang sungguh sangat baik baik dan ramah. Kami disambut layaknya keluarga mereka sendiri. Indahnya ketemu dengan sekampung sendiri di daerah orang lain.

Kami meninggalkan rumah kelurga Hendra menuju hotel. Namun, saat melintasi Benteng Keraton Buton, kami sepakat untuk singah melihat-lihat dan berfoto-foto. Panasnya terik matahari tak menyurutkan niat kami. Kami tetap turun dari mobil, strolling the fort, dan berfoto ria. Kami di sana sekitar 30 menit. Kami tidak bisa bertahan lebih lama lagi di tempat tersebut karena siang bolong dan itu sungguh sangat panas. Kami pun kembali ke Hotel. Kami  langsung masuk ke kamar masing-masing. Setiba di kamar, ada yang langsung baring, ada juga yang langsung shalat dhuhur. 
Benteng Keraton Buton, Bau-Bau
Travelmates to Bau-Bau
Kak Selvi and Me
We're in front of Arung Palakka Cave
I'm here,,,in Keraton Buton Fort

What a sunny day!!!
Enjoy the view of Keraton Buton Fort
Saat sedang istirahat, teman kami dari kamar lain menginformasikan bahwa Pak Ibrahim sudah datang dan meminta kami turun ke restaurant. Yahhh, istirahat di cancel, kami pun turun ke restaurant, yang terletak di bagian belakang hotel tersebut. Tiba di bawah, seorang waitress dari restaurant tersebut sibuk menghidangkan makanan. Ternyata, kami dipanggil untuk makan. Wah, sudah kenyang, diminta makan lagi. Makanan yang dibeli Athy saja, belum dimakan, ini disiapkan makanan lagi. Hmmm,,,pagi-pagi kelaparan, siang-siang diserbu makanan.

Sembari menunggu makanan siap santap, kami bercerita dengan Pak Ibrahim. Beliau minta maaf karena baru bisa datang menemui kami semua. Bukannya menelantarkan kami selaku tamunya. Hanya saja, beliau ada kepentingan yang mendesak. Beliau habis melayat salah satu keluarganya yang agak jauh. Beliau juga baru tiba di rumahnya, dan langsung ke hotel menemui kami. Katanya juga, hotel terlihat sepi karena sebagian besar karyawannya lagi mudik untuk pilkada. Hmm,,,kami sudah berpikiran yang tidak-tidak terhadap beliau. Padahal, sama sekali tidak demikian adanya. Semuanya terjadi karena sebuah alasan yang berterima.

Namun, satu hal yang keliru adalah mengenai jadwal sarapan. Hotel tersebut memang menyediakan sarapan yang bersifat self-service. Waktunya dari jam 7 hingga jam 10 pagi. Semua pengunjung hotel bisa langsung ke restaurant untuk sarapan pada jam yang telah ditentukan. Kami semua tidak tahu menahu mengenai hal itu. Yang kami tahu dan kami harapkan adalah sarapan yang diantarkan langsung ke setiap kamar. Ternyata, tidak demikian. Yaaa, sebagai pengunjung perdana, yah mana kami tahu kalau ada hal seperti itu. Harusnya memang kami diberitahukan sejak kami masuk ke hotel tersebut. Hmmm, sepertinya Bapak yang yang menjemput kami di Pelabuhan ataupun karyawan hotel yang mengantarkan kami ke kamar saat kami datang, lupa memberi tahu kami. Hehehe,,,kekacauan seperti ini mungkin terjadi dan kami harus memaklumi.

Begitu makanan siap santap, mau tidak mau, kami makan lagi. Sambil merasakan hembusan angin laut, kami menikmati hidangan yang ada bersama Pak Ibrahim di restaurant tersebut. Lagi lagi, lauknya adalah ikan dengan sayuran daun hijau. Untungnya, selain ikan juga ada ayam goreng kecap. Hmmm, aku selamat. Meski kenyang, saya tetap makan seadanya untuk menghargai. Selesai makan, kami melihat ikan-ikan yang ada di kolam ikan tepat di bagian bawah restaurant tersebut. Ada juga teman yang lain yang turun ke papan yang  ada di tepi laut tepat di belakang hotel, dengan tangga kayu yang memang tersedia di situ. Layaknya di tepi Pantai Losari ituuu. Hehehe! Tak lama kemudian, kami pamit untuk naik istirahat. Saat pamit, Pak Ibrahim memberitahukan kalau nanti malam akan ada acara bakar-bakar ikan untuk kami. Tempatnya di halaman belakang hotel tersebut, di samping restaurant.    

Di sore hari, setelah shalat Ashar, kami siap-siap untuk keluar jalan. Kami menghubungi sopir yang sudah dipercayakan untuk mengantar kami kemana-mana. Beberapa menit setelah dihubungi, Pak Madong, nama dari pada soupir itu, tiba di hotel dan siap mengantar kami jalan-jalan. Dia pun bertanya kemana kami akan pergi. Kami bingung karena ada banyak tempat yang ingin kami kunjungi. Akhirnya, kami sepakat ke Wantiro. Dari hotel, kami mengarah ke kiri. Setelah menempuh beberapa perjalanan beberapa km, kami tiba di Wantiro. Wantiro itu tidak jauh beda dengan pinggir laut yang ada di kota Pare-Pare, Sulsel. Sepanjang tepi laut, berderet tempat duduk untuk menikmati sunset. Di tempat itu juga, tertulis identitas dari pada kota tersebut. Di ujung daripada tepian tersebut, tertulis “BAU_BAU” pada sebuah tembok yang tinggi. Di balik tembok tersebut, tertulis kalau Kota Bau-Bau itu adalah Kota Semerbak. Juga terdapat PKK dari pada kota tersebut. 
In front of Hotel Mira
Back side of Bau-Bau City Identity
Begitu turun dari mobil, kami langsung berfoto-foto. Silih berganti memotret satu sama lain. Sambil berfoto, kami menikmati sunset yang indah. Setelah puas berfoto, kami meninggalkan Wantiro menuju Air Terjun yang tidak jauh dari situ. Kami menyusuri pohon yang rindang, seperti hutan lindung untuk sampai di Air Terjun tersebut. Namun sialnya, begitu kami sampai di lokasi Air Terjun tersebut, tidak ada air kelihatan. Karena masih kemarau, Air Terjunnya kekeringan. Yaaahhhh, batal deh acara mandi-mandinya. Hehehe! Kami pun mutar balik. Kami menuju Patung Ekor Naga yang terletak tepat di depan Kantor Walikota Bau-Bau. 
Girls explorer of Bau-Bau
Sunariaty and Me
Me_Athy_Sukma_Kak Selvi

Sunset view of Wantiro, Bau-Bau
Halim_Me_Sukma
 
The Explorer Team from Makassar

United in Diversity

Kantor Walikota berada di daerah puncak. Untuk sampai ke sana, kami melintasi pusat kota. Setelah beberapa menit, kami tiba di depan Patung Ekor Naga menjelang magrib. Indahnya kerlap-kerlip cahaya lampu dari pada kota Bau-Bau sudah terlihat. Mirip banget dengan keindahan kota Pare-Pare di malam hari. Kami langsung turun dan berfoto di depan Patung Ekor Naga tersebut sambil menikmati keindahan cahaya tersebut. Tak hanya itu, kami juga jalan-jalan ke halaman Kantor Walikota. Mengitari area kantor walikota yang gelap karena sudah malam. setelah puas mengambil gambar, kami pun pulang. Namun, sebelum pulang ke hotel, kami singgah di mesjid untuk shalat magrib karena takutnya tidak dapat lagi kalau ditangguhkan sampai di hotel. Sialnya lagi, kami memasuki mesjid yang tidak menyediakan alat shalat, melainkan hanya perlengkapan mayat. Saya bersama Kak Selvi dan Athy lari ketakutan saat melihat dan menyentuh kain putih yang ada di lemari mesjid tersebut. Kami, kaum perempuan, pun tidak jadi shalat. Hanya, laki-laki yang shalat. Kami menunggu di mobil sampai mereka selesai shalat. 
Standing in front of Dragon Tail Statue of Bau-Bau
We're in front of "Dragon Tail" Statue of Bau-Bau
In front of Mayor Office of Bau-Bau
Tiba di hotel, kami langsung masuk kamar masing-masing. Namun, tak lama kemudian, Pak Ibrahim memanggil kami semua untuk turun ke bawah. Acara bakar-bakar ikan sudah di mulai. Ikan bakarnya malah sudah siap santap. Saya pun enggan turun karena tidak bisa makan ikan. Namun, karena teman-teman semua pada turun, mau tidak mau, saya pun ikut turun. Saya turunnya belakangan bersama Athy. Saat saya tiba di bawah, teman-teman lagi asyik menyantap ikan bakar yang kelihatannya memang sangat lezat. Tapi, bagaimana pun lezatnya ikan, jika itu makanan yang tidak saya makan, saya tidak akan pernah menyentuhnya. Terlebih, kalau hidangan ikan tersebut dalam ukuran yang jumbo, seperti yang mereka nikmati itu. Tak hanya kami, namun ada juga beberapa orang tamu Pak Ibrahim yang ikut makan malam itu.

Selesai makan, kami tidak langsung naik ke kamar, melainkan tinggal duduk di tempat tersebut. Kami duduk sambil menikmati angin malam yang berhembus dari laut. Tamu Pak Ibrahim juga ikut cerita bersama kami malam itu. Hal menarik daripada acara di malam itu adalah anak dari pada tamu Pak Ibrahim itu. Anak itu bernama Sarah. Dari sejak dia datang, dia tidak pernah berhenti bicara. Yang saya lihat, dia adalah tipikal anak yang cerdas. Apapun yang ia lihat dan ia dengar, akan melekat dalam ingatannya. Bukan hanya dalam ingatan, namun ia juga mempraktekkannya. Proses imitasinya sangat kuat. Malam itu, kami berhasil terhibur karena kecerewetannya itu. Saya mengatakan cerewet karena dia adalah anak yang tidak punya rasa capek dalam berbicara ataupun bercerita. Hingga kami tertidur pun mendengarnya, dia tidak akan berhenti. Akhir daripada kebersamaan di malam itu adalah perkenalan kami dengan Sarah satu per satu. Tentunya, tak lupa juga kami mengabadikannya dalam sebuah foto. Hanya saja, kami tidak sempat mengambil foto tersebut hingga kami meninggalkan kota Bau-Bau.

Saat kami ingin sayGood-Bye” dengan tamu Pak Ibrahim itu dan pamit kembali ke kamar istirahat, Pak Ibrahim malah mengajak kami keliling kota Bau-Bau. Dalam hati, saya berpikir, “Ini sudah malam, kok malah di ajak jalan keliling kota. Hmmm!” Namun, pada akhirnya, kami pun mengiyakan keinginan beliau. Kami, perempuannya, dan Kak Erwin ikut di mobil Pak Ibrahim. Sementara, teman laki-lakinya, ikut di mobil yang dikemudikan oleh Pak Madong. Setelah beberapa menit menunggu Abhe yang belum muncul-muncul juga meski telah dihubungi berkali-kali, kami jalan duluan bersama Pak Ibrahim. Ternyata malam itu, kami diajak keliling melihat lokasi-lokasi dimana kampus beliau akan dibangun. Beliau menunjukkan kami satu per satu lokasi yang ada, disertai dengan penjelasan. Tak hanya lokasi kampus, melainkan semua fasilitas umum dan terfavorit yang ada di kota Bau-Bau, seperti kampus lainnya, bandara dan sebagainya. Sayangnya, malam itu teman-teman sudah pada mengantuk. Bahkan, ada yang sudah ketiduran saat Pak Ibrahim menjelaskan.

Malam itu, kami juga sempat ke Pantai Marina. Kami hanya turun dan menginjakkan kaki sebentar di pantai tersebut karena sudah sangat sepi dan sangat gelap. Bagaimana tidak, itu sudah jam 11 malam. Setelah itu, kami mutar balik. Awalnya, saya pikir kami sudah mau pulang. Ternyata, tidak. kami masih dibawa keliling ke Benteng Keraton Buton, yang telah kami datangi di siang harinya. Kami masuk dan keluar dari benteng tersebut di pintu yang berbeda. Kami benar-benar mengelilingi area benteng tersebut. Sayangnya, malam hari jadi tidak begotu kelihatan. Hanya kerlap-kerlip cahaya lampu yang kelihatan. Syukurnya, setelah mengelilingi area tersebut, Pak Ibrahim membawa kami pulang ke hotel. Kami tiba di hotel sekitar jam 11 lewat. Kami pun langsung masuk ke kamar masing-masing dan istirahat.

NB:
Previous story, MTMA to Bau-Bau: Dari Pelabuhan Makassar ke Pelabuhan Murhum Bau-Bau.
Next sory, MTMA to Bau-Bau: Hari Kedua di Kota Semerbak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Spend Weekend in Sunset Rumah 40 Villa & Resto, Boneoge

Midday View of Sunset Rumah 40 Villa & Resto, Boneoge - Donggala Time flies so fast. I’ve been staying here for more than 2 years. Yeah, I’m not the local here. I come and stay here for work. If you ask me, “What do you do for a living?”, the answer is “I’m in teaching.” Being a practioner in Education like lecturer, I’m full of works. Many others think that lecturer will be on holiday on the semester break, but FYI it’s not happened on the reality. Semester break is only for students, not lecturers. Final test correction, BKD report, lesson plan, and research proposal are to do lists of lecturers in January. To deal with those activities, of course, I have to be smart in time management. So, I can do relaxation at the end of the month, before coming to the next semester. Unexpectedly, Anna Rufaida, my friend in Tadulako University who works as an operator staff in Language and Art Education Department, invited me to join in her travel plan to Boneoge, Donggala. After knowing whoev

Bits and Pieces of My Life: Hustle Culture and Multitasking

Have you ever heard about hustle culture and multitasking? Hustle culture is a person mentality who thinks work as everything above all. For them, work all day long every day is a must, for the sake of professionality. Until some of them end with burnout - exhaustion of physical or emotional strength or motivation usually as a result of prolonged stress or frustration of work. Sometimes, they are also multitasking - the ability to do multiple tasks at one time. Why do I talk 'bout this?   Hmm...I'm going to share about my activity recently ( in the last three months ).  After re-reading my daily journal, I realize that the rhythm of my life is in contrary with my principle, which is slow living. What I do recently, shows that I'm in hustle culture and a multitasking woman as well. My weekend is always full of workshops or meetings, from one place to another, even from one hotel to another. That's why, some of my friends or colleagues commented by saying:  "

Story of My 18th August

08.18.16 My 26 th Birthday              Bulan Agustus kerap kali menjadi bulan yang paling saya nanti-nanti setiap tahunnya. Itu tidak lain dan tidak bukan hanya karena satu hal, yaitu hari kelahiran. Tiap kali, Bangsa dan orang-orang Indonesia usai merayakan Hari Kemerdekaan, saya pun kembali diingatkan dengan hari dimana saya pertama kali melihat dunia yang fana ini. Tiap kali hari itu datang, saya selalu dan senantiasa bersyukur karena masih dianugrahi umur yang panjang. Namun, di sisi lain, saya pun menyadari bahwasanya saya juga semakin dekat dengan kematian. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa kehidupan dunia itu fana. Dunia hanyalah tempat persinggahan bagi hamba-Nya, sekaligus tempat untuk menyiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal. Dan, kehidupan yang kekal itu adalah akhirat.