Langsung ke konten utama

Cinta Sejati adalah Melepaskan

The answer to the previous post.


Aku adalah seorang perempuan malang yang berpagut harapan, terjerat keinginan memiliki dan terperangkap kehilangan seseorang yang aku sayangi. Tiga hal itu ada pada diriku sekarang. Harapan itu belum padam, sejauh apa pun aku melangkah. Keinginan memiliki itu  belum punah, sekuat apapun aku mengenyahkannya. Dan terakhir, kehilangan itu justru mulai mewujud dan nyata. Setiap hari, semakin nampak wujudnya, semakin nyata kehilangannya.

Apakah cinta sejati itu?

Dalam kasus aku ini, cinta sejati adalah melepaskan.
Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tulus aku harus melepaskannya. Persis seperti anak kecil yang menghanyutkan botol tertutup di lautan, dilepas dengan rasa suka-cita. Aku tahu kalau hatiku akan protes. Bagaimana mungkin? Aku bilang itu cinta sejati, tapi aku justru melepaskannya? Tapi inilah rumus terbalik yang tidak pernah dipahami para pencinta. Mereka tidak pernah mau mencoba memahami penjelasannya, tidak bersedia.

Lepaskanlah!
Maka besok lusa, jika dia adalah cinta sejatiku, dia pasti akan kembali dengan cara mengagumkan. Aku yakin akan takdir hebat yang tercipta untukku. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatiku. Aku menyadari jikalau kisahku ini ada penulisnya. Siapa penulisnya? Jawabannya adalah Allah. Dialah pemilik cerita paling sempurna di muka bumi. Maka dari itu, tidakkah aku sedikit saja seharusnya menyakini bahwa kisahku pastilah yang terbaik yang dituliskan?

Katanya,
Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau aku patah hati, tidak mengapa kalau aku kecewa, atau menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki, asalkan itu tidak berlebihan. Aku tidak boleh merusak diri sendiri. Aku harus selalu memahami bahwasanya cinta yang baik selalu mengajarkan agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. Karena esok lusa, ada orang yang mengaku cinta tapi dia melakukan begitu banyak maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta itu sendiri. Cinta itu ibarat bibit tanaman. Jika dia tumbuh di tanah yang subur, di siram dengan pupuk pemahaman baik, dirawat dengan menjaga diri, maka tumbuhlah dia menjadi pohon yang berbuah lezat. Tapi jika bibit itu tumbuh di tanah yang kering, disiram dengan racun maksiat, dirawat dengan niat jelek, maka tumbuhlah dia menjadi pohon meranggas berduri dan berbuah pahit.

Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum terwujud, maka aku harus terus memperbaiki diri sendiri, menyibukkan diriku dengan belajar. Dan yang paling utama, aku harus senantiasa berbuat baik kepada siapapun. Aku harus menjdi orang baik seperti itu. Insya Allah, besok lusa, Allah sendiri yang akan menyingkapkan misteri takdirnya.

Katanya,
Sekali aku bisa mengendalikan harapan dan keinginan memiliki, maka sebesar apapun wujud kehilangan, aku akan siap menghadapinya. Aku akan siap menghadapi kenyataan apapun. Jika pun akhirnya aku tidak memilikinya, besok lusa aku akan memperoleh pengganti yang lebih baik.

Aku tidak seharusnya berpikir kalau aku tidak mampu mencintai orang lain lagi. Boleh jadi aku mampu mencintai orang lain sama besarnya aku mencintainya. Aku bisa saja menemukan cinta yang baru. Maka dari itu aku tadak boleh berkecil hati, jika dia bukan jodohku, aku akan memperoleh cinta yang lebih baik. Aku harus yakin dengan hal tersebut.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Spend Weekend in Sunset Rumah 40 Villa & Resto, Boneoge

Midday View of Sunset Rumah 40 Villa & Resto, Boneoge - Donggala Time flies so fast. I’ve been staying here for more than 2 years. Yeah, I’m not the local here. I come and stay here for work. If you ask me, “What do you do for a living?”, the answer is “I’m in teaching.” Being a practioner in Education like lecturer, I’m full of works. Many others think that lecturer will be on holiday on the semester break, but FYI it’s not happened on the reality. Semester break is only for students, not lecturers. Final test correction, BKD report, lesson plan, and research proposal are to do lists of lecturers in January. To deal with those activities, of course, I have to be smart in time management. So, I can do relaxation at the end of the month, before coming to the next semester. Unexpectedly, Anna Rufaida, my friend in Tadulako University who works as an operator staff in Language and Art Education Department, invited me to join in her travel plan to Boneoge, Donggala. After knowing whoev

Bits and Pieces of My Life: Hustle Culture and Multitasking

Have you ever heard about hustle culture and multitasking? Hustle culture is a person mentality who thinks work as everything above all. For them, work all day long every day is a must, for the sake of professionality. Until some of them end with burnout - exhaustion of physical or emotional strength or motivation usually as a result of prolonged stress or frustration of work. Sometimes, they are also multitasking - the ability to do multiple tasks at one time. Why do I talk 'bout this?   Hmm...I'm going to share about my activity recently ( in the last three months ).  After re-reading my daily journal, I realize that the rhythm of my life is in contrary with my principle, which is slow living. What I do recently, shows that I'm in hustle culture and a multitasking woman as well. My weekend is always full of workshops or meetings, from one place to another, even from one hotel to another. That's why, some of my friends or colleagues commented by saying:  "

Story of My 18th August

08.18.16 My 26 th Birthday              Bulan Agustus kerap kali menjadi bulan yang paling saya nanti-nanti setiap tahunnya. Itu tidak lain dan tidak bukan hanya karena satu hal, yaitu hari kelahiran. Tiap kali, Bangsa dan orang-orang Indonesia usai merayakan Hari Kemerdekaan, saya pun kembali diingatkan dengan hari dimana saya pertama kali melihat dunia yang fana ini. Tiap kali hari itu datang, saya selalu dan senantiasa bersyukur karena masih dianugrahi umur yang panjang. Namun, di sisi lain, saya pun menyadari bahwasanya saya juga semakin dekat dengan kematian. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa kehidupan dunia itu fana. Dunia hanyalah tempat persinggahan bagi hamba-Nya, sekaligus tempat untuk menyiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal. Dan, kehidupan yang kekal itu adalah akhirat.