Langsung ke konten utama

Back to My Real Personality

Entah dari mana saya harus memulai tulisan ini
Saya bingung bagaimana menuliskannya
Intinya, saya harus kembali pada diri saya dahulu
Yang berkomitmen untuk menutup diri

Sejak empat tahun yang lalu hingga kini, saya mencoba untuk membuka diri untuk hal yang berhubungan dengan perasaan. Kini, saya pikir waktunya telah berakhir. Satu dua kenangan sepertinya sudah cukup bagi saya. Segala hal yang berhubungan dengan perasaan, dari yang paling menyenangkan hingga yang paling menyakitkan telah terlukis dalam hidup saya. 


Penyesalan yang pada dasarnya akan selalu hadir belakangan, sekiranya ditiadakan. Saya berusaha untuk tidak menyesali segala hal yang telah terjadi. Beranjak dari pikiran sempit, saya justru akan mensyukuri semuanya sebagai suatu pelajaran berharga dalam hidup saya. Bukankah kepahitan dalam hidup itu seharusnya ada dan malah akan menjadi aneh ataupun membosankan jika semuanya terasa manis.

Mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada orang yang dari dulu hingga kini masih sering mencari tahu bagaimana kabar dan apa saja kesibukan saya. Juga, mohon maaf kepada yang ingin mengenal saya. Jikapun saya dianggap sebagai teman atau cewek yang sombong, cuek dan bangga, saya harus terima itu. Itu semua adalah penilaian anda sebagai orang lain, yang saya pikir tak mengenali siapa dan bagaimana kepribadian saya yang sesungguhnya.

Saya benar-benar tidak akan pernah berani dan ceroboh lagi dalam mengambil keputusan. Saya tidaka akan lagi menyakiti diri ataupun hati saya. Menjadi tertutup terhadap siapapun adalah keputusan saya yang tidak bisa diganggu gugat.

I'm a Kinda "Traumatic Girl" who Wants to Come Back to My Real Personality
Being "Introvert" and "Perfectionist"


Love You as Always,
IR188


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Spend Weekend in Sunset Rumah 40 Villa & Resto, Boneoge

Midday View of Sunset Rumah 40 Villa & Resto, Boneoge - Donggala Time flies so fast. I’ve been staying here for more than 2 years. Yeah, I’m not the local here. I come and stay here for work. If you ask me, “What do you do for a living?”, the answer is “I’m in teaching.” Being a practioner in Education like lecturer, I’m full of works. Many others think that lecturer will be on holiday on the semester break, but FYI it’s not happened on the reality. Semester break is only for students, not lecturers. Final test correction, BKD report, lesson plan, and research proposal are to do lists of lecturers in January. To deal with those activities, of course, I have to be smart in time management. So, I can do relaxation at the end of the month, before coming to the next semester. Unexpectedly, Anna Rufaida, my friend in Tadulako University who works as an operator staff in Language and Art Education Department, invited me to join in her travel plan to Boneoge, Donggala. After knowing whoev

Bits and Pieces of My Life: Hustle Culture and Multitasking

Have you ever heard about hustle culture and multitasking? Hustle culture is a person mentality who thinks work as everything above all. For them, work all day long every day is a must, for the sake of professionality. Until some of them end with burnout - exhaustion of physical or emotional strength or motivation usually as a result of prolonged stress or frustration of work. Sometimes, they are also multitasking - the ability to do multiple tasks at one time. Why do I talk 'bout this?   Hmm...I'm going to share about my activity recently ( in the last three months ).  After re-reading my daily journal, I realize that the rhythm of my life is in contrary with my principle, which is slow living. What I do recently, shows that I'm in hustle culture and a multitasking woman as well. My weekend is always full of workshops or meetings, from one place to another, even from one hotel to another. That's why, some of my friends or colleagues commented by saying:  "

Story of My 18th August

08.18.16 My 26 th Birthday              Bulan Agustus kerap kali menjadi bulan yang paling saya nanti-nanti setiap tahunnya. Itu tidak lain dan tidak bukan hanya karena satu hal, yaitu hari kelahiran. Tiap kali, Bangsa dan orang-orang Indonesia usai merayakan Hari Kemerdekaan, saya pun kembali diingatkan dengan hari dimana saya pertama kali melihat dunia yang fana ini. Tiap kali hari itu datang, saya selalu dan senantiasa bersyukur karena masih dianugrahi umur yang panjang. Namun, di sisi lain, saya pun menyadari bahwasanya saya juga semakin dekat dengan kematian. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa kehidupan dunia itu fana. Dunia hanyalah tempat persinggahan bagi hamba-Nya, sekaligus tempat untuk menyiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal. Dan, kehidupan yang kekal itu adalah akhirat.