Langsung ke konten utama

Waspadalah akan Kejahatan: Being a Victim of Snatchers

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pernahkah kalian menjadi korban pencurian?
Tahukah kalian bagaimana  rasanya dijambret?

Entah sial atau apa. Di kala melintasi jalan yang selama ini saya lalui saat ingin menghindari macet dan keramaian, saya harus mengalami kejadian tersebut. Saya menjadi korban pencurian dalam sekejap. Di saat yang bersamaan, saya pun mengetahui rasanya dijambret. Astagfirullah!

“Taskuuuu!”

Secara spontan, hanya itu yang bisa saya ucapkan. Suara itu keluar begitu saja tanpa kesan teriak.  Pikiran kacau, badan lemas.

Isinya tasku apa? Dompet, HP.”

Dalam hati, hanya itu yang saya pikirkan. Tanpa peduli apa yang saya pikirkan, begitu mendengar respon spontan saya, Saree langsung tancap gas. Kami mengejar motor tersebut. Dia fokus pada flatnya, yang ternyata tidak ada. Namun, lain halnya dengan saya. Dengan pikiran saya yang kacau, saya hanya sempat melihat motif pakaian orang yang dibonceng. Mata saya tertuju pada apa yang ada di tangan orang tersebut, yaitu benda tajam (entah itu badik atau pisau, intinya benda tajam yang berwarna perak).

Janganmi dikejar, dek!

Seketika saya diliputi rasa takut dan meminta Saree untuk mengurangi kecepatan.

Cukup barang yang hilang. Jangan lagi membahayakan diri sendiri dengan mengejarnya. Alih-alih mendapatkan barang kami, nyawa kami taruhannya.

Seakan mendengarkan ketakutan yang ada dalam hati saya, Saree pun mengurangi kecepatan. Dan, kami pun kehilangan jejak dari pada motor tersebut.

Bagaimana bisa tas yang saya kalungkan lepas tak terasa begitu saja? Syukur saya tidak terkena benda tajam itu. Ya Allah!

Pikiran saya benar-benar kacau. Shock tapi syukur kami tidak kenapa-napa. Tidak tertusuk benda tajam dari penjambret tersebut ataupun jatuh dari motor.

KTP…Uang….ATM. ATMnya mamaku. Headset…kunci rumah.”

Begitu kepikiran ATM, saya langsung meminta Saree untuk mencari tempat yang aman dan nyaman untuk menelpon. Kami yang terus melaju di lajur pulang melalui Abdesir, tak tahu sebaiknya berhenti dimana. Karena takut, saya tidak ingin menelpon saat di motor, apalagi di pinggir jalan. Saya pun meminta Saree untuk meneruskan perjalanan ke tempat tujuan awal kami.

Begitu tiba, saya pun mencari tempat yang tidak begitu ramai untuk menelpon mama dengan terlebih dahulu mencari tahu nomor telponnya di Yuzi. Karena sebelumnya, saya telah menghubungi kedua adek saya via line dan texting untuk memblokir ATM, tidak ada respon. Begitu terhubung, entah mama saya shock atau tidak, saya menjelaskan dengan cepat dan memintanya untuk blokir ATM.

Karena kebingungan, setelah menghubungi adek saya dan tidak diangkat. Mama saya kembali menghubungi saya. Saya pun kembali menjelaskannya dan memintanya untuk tenang. “Insya Allah, tidak apa-apa. Karena tidak banyak ji saldonya”, kata saya padanya.

Perlahan saya berusaha untuk menenangkan pikiran. Mencoba untuk mengikhlaskan semuanya. Menjernihkan pikiran sebelum mengambil keputusan. Hingga akhirnya, saya menghubungi mama saya via sms, untuk menghubungi call centre Bank yang bersangkutan dengan melihat buku tabungan yang ada. Karena saya sendiri tidak hafal baik nomor rekening tersebut, saya tidak bisa memblokirnya langsung.

Menikmati apa yang ada di tempat yang kami tuju tersebut, saya mencoba untuk melupakan kejadian tersebut. Meskipun saya tidak bisa banyak bicara ataupun senyum, saya mencoba untuk memahami kejadian yang baru saja saya alami.

Meskipun rasa kaget akibat kejadian tersebut berhasil mereda, rasa takut saat berkendara semakin menjadi-jadi. Alhasil, kami tidak kepikiran untuk melapor ke kantor polisi. Kami langsung pulang ke rumah. Kami lupa kalau kantor polisi terbuka 24 jam meskipun di hari libur. Kami baru kepikiran saat tiba di rumah. Mau tidak mau, nanti esoknya baru bisa melapor dan meminta surat keterangan hilang. Mengapa? Karena surat tersebut dibutuhkan saat akan mengurus kartu identitas ataupun ATM yang hilang. Alhamdulillah, pengurusannya lancar dan free!

Selain kartu (KTP, ATM, ASKES), tidak ada hal penting lainnya yang harus dilaporkan. Pihak kepolisian hanya ingin tahu waktu kejadian. Tempatnya pun, mereka tidak butuh keterangan yang lebih lanjut. Mau tidak mau, barang lain yang ikut hilang, harus diikhlaskan. Insya Allah, akan ada gantinya yang lebih baik. Aaamiinnn!!!!

Sekian!!!

Ini kisah saya di bulan Februari ini, yang terbilang menyedihkan dan juga sedikit mengerikan. Ini kali pertama bagi saya untuk menjadi orang yang kurang beruntung alias korban kejahatan mereka yang belum mendapatkan hidayahNya. Terima kasih atas pelajaran hidup kali ini. Insya Allah, ada banyak hal ataupun hikmah yang bisa petik dari kejadian ini. Saya harap mereka mendapatkan hidayah-Nya segera, Aaaamiiinnnn!

And….

Melalui kejadian ini, saya jadi ingat akan kata bang NAPI yang meminta kami untuk selalu waspada karena kejahatan ada dimana-mana. Hehehe!

Waspadalah akan kejahatan, guyssss!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Spend Weekend in Sunset Rumah 40 Villa & Resto, Boneoge

Midday View of Sunset Rumah 40 Villa & Resto, Boneoge - Donggala Time flies so fast. I’ve been staying here for more than 2 years. Yeah, I’m not the local here. I come and stay here for work. If you ask me, “What do you do for a living?”, the answer is “I’m in teaching.” Being a practioner in Education like lecturer, I’m full of works. Many others think that lecturer will be on holiday on the semester break, but FYI it’s not happened on the reality. Semester break is only for students, not lecturers. Final test correction, BKD report, lesson plan, and research proposal are to do lists of lecturers in January. To deal with those activities, of course, I have to be smart in time management. So, I can do relaxation at the end of the month, before coming to the next semester. Unexpectedly, Anna Rufaida, my friend in Tadulako University who works as an operator staff in Language and Art Education Department, invited me to join in her travel plan to Boneoge, Donggala. After knowing whoev

Bits and Pieces of My Life: Hustle Culture and Multitasking

Have you ever heard about hustle culture and multitasking? Hustle culture is a person mentality who thinks work as everything above all. For them, work all day long every day is a must, for the sake of professionality. Until some of them end with burnout - exhaustion of physical or emotional strength or motivation usually as a result of prolonged stress or frustration of work. Sometimes, they are also multitasking - the ability to do multiple tasks at one time. Why do I talk 'bout this?   Hmm...I'm going to share about my activity recently ( in the last three months ).  After re-reading my daily journal, I realize that the rhythm of my life is in contrary with my principle, which is slow living. What I do recently, shows that I'm in hustle culture and a multitasking woman as well. My weekend is always full of workshops or meetings, from one place to another, even from one hotel to another. That's why, some of my friends or colleagues commented by saying:  "

Story of My 18th August

08.18.16 My 26 th Birthday              Bulan Agustus kerap kali menjadi bulan yang paling saya nanti-nanti setiap tahunnya. Itu tidak lain dan tidak bukan hanya karena satu hal, yaitu hari kelahiran. Tiap kali, Bangsa dan orang-orang Indonesia usai merayakan Hari Kemerdekaan, saya pun kembali diingatkan dengan hari dimana saya pertama kali melihat dunia yang fana ini. Tiap kali hari itu datang, saya selalu dan senantiasa bersyukur karena masih dianugrahi umur yang panjang. Namun, di sisi lain, saya pun menyadari bahwasanya saya juga semakin dekat dengan kematian. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa kehidupan dunia itu fana. Dunia hanyalah tempat persinggahan bagi hamba-Nya, sekaligus tempat untuk menyiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal. Dan, kehidupan yang kekal itu adalah akhirat.