Langsung ke konten utama

Holiday @ Bantaeng dan Bulukumba

Selasa-Rabu
(11-12 Februari 2014)


Terbangun di pagi hari dengan keadaan sedikit membaik adalah suatu kesyukuran bagi saya. Alhamdulillah, nyeri karena sakit gigi sudah berkurang. Saya bisa makan dan berbicara dengan baik kembali. Berbeda dengan apa yang saya alami selama dua hari sebelumnya, yang sangat menyiksa, yang bahkan membuat saya tidak mampu tertidur, melainkan hanya menangis di malam hari. Dari sekian banyak sakit yang pernah kuderita, inilah yang paling sakit. Sakit gigi memang benar-benar menyiksa. Wajar saja jika selama ini kebanyakan orang prefer sakit hati daripada sakit gigi. Mmmm,,, I Think So,,,!!! :-)


Karena tidak ada aktivitas, saya hanya baring dan nonton TV. Tak lama kemudian, satu per satu anak-anak yang lainnya,  yus, ayus, dan wiwi, terbangun. Kami pun nonton “dahsyat” bersama. Di saat kami asyik nonton, K Eka menghubungi Yus. Dia meminta kami untuk ikut ke Bulukumba. Dari nada bicaranya sih, sepertinya K Eka tidak menginginkan kata TIDAK. Bahkan, dia yakin kalau sakit gigiku tidak akan mengganggu. Dia meminta kami prepare karena dia sudah on the way BTP untuk menjemput kami. Kami pun tidak lagi punya alasan, kami tidak bisa mengatakan tidak. Kami pun mengiyakan. Yus menutup telpon dan segera menghubungi Mammi’nya untuk meminta izin. Saya sendiri, beranjak dari pembaringan dan mempersiapkan apa saja yang harus saya bawa. Saya tidak meminta izin.



Beberapa saat, saya bingung mengenai apa saja yang harus saya bawa. Hingga akhirnya, saya hanya mengambil dua pasang baju ganti dan sepasang baju mandi plus sarung dan handuk. Selain itu, alat make up dan mandi juga tak terlupakan. That's it,,,packing yang singkat efek dadakan. Setelah Yus selesai mandi, saya pun segera mandi dan berpakaian. Tak seperti biasanya, semuanya serba terburu-buru, jadinya simple dan beberapa hal terlupakan. It’s okay. Daripada membuat K Eka, Abdi dan Sari menunggu terlalu lama, lebih baik make it simple, right???


Setelah semuanya beres, saya bersama Yus, jalan keluar mencari ojek. Alhamdulillah, tak perlu menunggu lama, ojeknya sudah ada. Kami ketemu di depan Alfa Mart setelah Polsek Tamalanrea dari arah rumah. Kami pun berangkat, akan tetapi, sesampai di depan sekolah Kristen beberapa meter dari gerbang BTP, kami berhenti untuk menunggu Chandra dari Maros. Sekitar setengah jam menunggu, Chandra pun datang dan kami kembali melanjutkan perjalanan. Jam menunjukkan pukul 12 lewat beberapa menit, kami berangkat meninggalkan Makassar melalui Jalan Perintis-Urip Sumoharjo-A.P. Pettarani-Alauddin.


Begitu memasuki kawasan Sungguminasa, Gowa, kami semua merasa lapar. Akhirnya, kami memutuskan untuk singgah makan siang dulu. Kami singgah makan Coto di salah satu rumah makan di Sungguminasa. Namun, saya sendiri tidak ikut memesan Coto. Saya hanya mengambil Susu Ultra Milk dan duduk menemani mereka semua makan. Nasib, jadi orang yang tidak suka makan Coto, hehehehe. Sekitar jam dua, kami meninggalkan rumah makan. Beberapa menit kemudian, kami singgah lagi di penjual pinggiran jalan untuk membeli “kacamata”. Setelah memilih dan menawar sebentar, kami berlari menaiki mobil dan melanjutkan perjalanan, berhubung hujan juga mengguyur Gowa seketika.


Sambil cerita, dengar music, nyanyi-nyanyi, kami menikmati perjalanan bersama.  Sepanjang perjalanan, hanya Sari yang sempat tertidur. Pada dasarnya, dia memang tidak begitu kuat naik mobil jarak jauh. Jika dia terbangun, dia bercerita sama Yus. Berbeda lagi dengan Chandra, yang tidak bisa tertidur jika dalam perjalanan jauh. Dia malah asyik nyanyi-nyanyi dengan handphone’nya sendiri. Secara, kaset yang tersedia di mobil, hanya kaset “Nidji”, yang notabene bukan selera Chandra. Sambil nyanyi, seditik-sedikit juga, dia bertanya tentang di daerah mana lagi kami berada. Sama halnya menghitung hari, dia menghitung kabupaten yang kami lalui. Sementara K Eka, disamping bercerita dengan Abdi, yang mengontrol perjalanan (as driver), dia juga asyik dengan Mulqy, anak semata wayangnya. Jika saya, tidak bersuara, sekali-sekali, dia juga memanggil namaku untuk mengecek apakah saya tertidur atau tidak. Padahal, saya sendiri susah tertidur jika dalam perjalanan jauh. Sama halnya dengan Chandra. Saya menikmati perjalanan sendiri dari jok paling belakang. Saya melihat kiri kanan, bangunan-bangunan di daerah yang kami lalui. Terkadang juga saya komentar dalam perbincangan bersama.


Saat memasuki kota Kabupaten Takalar, kami di minta berhenti dalam sweeping gabungan. Kami dimintai surat-surat dan polisi’nya juga melihat ke dalam mobil. Selain itu, mereka juga meminta untuk memeriksa bagasi mobil, khawatir kami membawa barang terlarang. Setelah diperiksa, kami aman dan kembali melanjutkan perjalanan. Begitu memasuki waktu ashar, kami tiba di Kabupaten Jeneponto. Kami singgah di Mesjid Agung Jeneponto. Sari ingin buang air kecil, kepala’nya pusing dan ingin muntah. Sementara kami yang lain, hanya istirahat dan menunggu dalam mobil. Setelah agak baikan, kami melanjutkan perjalanan. Tepat jam 5 sore, kami sampai di rumah K Acca’ di Bantaeng. Alhamdulillah!!!


Sesampainya kami di rumah K Acca’, kami langsung disuguhi “Bakwan plus Teh”. Kami melepas kelelahan sejenak sembari menikmati hidangan tersebut. Saat  kami makan-makan dan cerita, K Acca’ menawarkan kami untuk pergi melihat sunset. Kami disuruh milih antara Marina Beach atau Seruni Beach, namun kami memilih untuk pergi ke Seruni Beach. Jam 5:30, kami berangkat ke Seruni Beach, yang hanya ditempuh dalam beberapa menit dari rumah K Acca’.


Saat sampai di Pantai Seruni, yang terpikirkan olehku adalah Pantai Losari. Yahhh,,,Pemandangan Pantai Seruni hampir sama dengan pemandangan Pantai Losari. Kami menikmati Sunset dan Berfoto-foto di Pantai Seruni. Setelah adzan Magrib, kami meninggalkan Pantai Seruni dan kembali ke rumah K Acca’. Kami istirahat sejenak dan janjian untuk menyusuri Kota Bantaeng esok harinya setelah menyusuri Bulukumba.












15 menit sebelum jam 8 malam, kami berangkat dari rumah K Acca’ menuju Bulukumba. Perjalanan di malam hari dari Bantaeng ke Bulukumba, ternyata menyenangkan. Sambil dengar music diterpa angin malam, kami menikmati jalanan baru yang berkelok-kelok. Satu jam kemudian, kami sampai di depan Taman Lama Kota Bulukumba. Kami berhenti dan menunggu K Ray menjemput di tempat tersebut. Beberapa menit kemudian, K Ray pun tiba dan menuntun kami menuju rumahnya di Ela’-Ela’, Bulukumba. Kami tiba di rumahnya tepat jam 9 malam. Finally,,,Alhamdulillah!!!


Beberapa saat setelah kami tiba, kami langsung makan malam bersama. Menu makan malam telah disiapkan K Rya dari siang harinya. Menu makan malam kami adalah Sayur, Ayam Goreng, Perkedel Udang-Jagung, Ikan plus Cobek-cobek. Tak hanya menu makan malam, K Rya_Ray juga menyambut kami dengan Kue Bolu Pandan Gulung dan Sukun Goreng, plus Es Buah. Waoooo,,,,Yummiyyy,,,,Menunya lengkap dan tentunya mantap.





Setelah makan malam, kami ke teras duduk-duduk sambil cerita-cerita. Untuk menghilangkan lelah, kami pun mandi secara bergantian. Sembari menunggu giliran, Sari dan Yus keluar ke Taman, sementara K Ray dan Chandra ke penjual nyari sikat gigi. Setelah semuanya selesai mandi, saya bersama K Eka dan Mulqy stay di depan TV. K Eka share masa SMAnya yang hampir sama dengan kisah-kisah sinetron di TV. Awalnya yus juga ikut nimbrung, namun beberapa menit kemudian, dia keluar di teras main ayun-ayun. Sementara cowok-cowoknya “main kartu”. Sekitar jam 12 malam, kami keluar semua di teras cerita. Layaknya kami di Makassar yang tidak peduli dengan waktu. Kami tidak menyadari kalau kami mengganggu tetangga yang lagi istirahat. Kami pun ditegur, kami diteriaki. Seketika, saya ketakutan. Kami pun masuk ke dalam rumah. Kami kaget habis kena teguran, trauma. Hahaha


Kami masuk ke dalam, nonton TV, dan prepare untuk tidur. Kami sepakat menggelar karpet depan TV dan tidur bersama. Kami tidak sanggup tidur di dalam kamar yang hawanya panas. Jam 1  malam, K Ria, K Ray, Chandra, Sari dan Yus sudah tertidur. Sisa saya bersama Abdi dan K Eka. Saya bolak balik posisi tidur, tapi tidak bisa tertidur. Saya baru tertidur sekitar jam 2 malam. Sementara K Eka dan Abdi masih nonton. Saya tidak tahu jam berapa mereka tertidur. Namun, saat saya terbangun menjelang jam 3 subuh, K Eka sudah tertidur. K Ray juga sudah tidak di depan TV, sepertinya masuk ke dalam kamar depan. Abdi juga tidak di depan TV dan saat saya masuk kamar untuk buang air kecil, ternyata Abdi ada di kamar tersebut.


Sari yang terbangun sebelum saya juga tidak bisa tertidur dan milih main games. Namun, beberapa saat kemudian, dia kembali ke tempat tidur dan berhasil tidur lagi. berbeda dengan saya. Hmmm,,,ini kebiasaan saya kalau baru bermalam di rumah orang lain, pasti susah untuk tidur. Saya tidak bisa tertidur lagi. Saya pun  ke ruang tamu, Bluetooth foto-foto dan Online sambil Charging. Tak lama kemudian, adzan subuh terdengar. Saya pun beranjak untuk shalat subuh. Selesai shalat subuh, belum juga ada yang terbangun. Saya pun kembali duduk di ruang tamu dengan tetap memakai mukenah. Hingga akhirnya, Abdi terbangun dan masuk ke kamar depan untuk berwudhu, saya masuk ke dalam dan membuka mukenah. Saya pun membangunkan yang lain karena jam sudah menunjukkan pukul 5 lewat 30 menit. Setengah jam lagi jam 6. Akhirnya, semuanya pun terbangun, kecuali Mulqy.


Saya menjadi orang pertama yang mandi, sementara K Eka, K Rya, Yus dan Sari menunggu antrian dengan mempersiapkan menu sarapan bersama. Setelah saya, kemudian Sari, lalu K Eka dan terakhir Yus. K Rya mandi di kamar yang lain. Di kamar depan juga demikian, laki-lakinya  mandi secara bergantian. Chandra menjadi orang pertama yang mandi. Setelah Chandra, kemudian Abdi dan terakhir K Ray. Setelah semuanya mandi, kami sarapan bersama dengan menu yang hampir sama saat makan malam. Begitu selesai sarapan pagi dan semuanya sudah siap, kami berangkat. Namun, sebelum menutup pintu rumah, kami berfoto bersama dahulu di ruang tamu dan di teras rumah K Rya El Ray, sebagai kenangan nantinya.




 
Kami berangkat menuju pantai bira sekitar jam 9. Saat dalam perjalanan, Abdi baru menyadari kalau ternyata dia tidak membawa STNK. Kami pun kembali lagi ke rumah. Setelah mengambil apa yang ketinggalan, kami berangkat kembali menuju Bira. Kami melalui jalur yang berbeda karena kami ingin singgah di tempat pembuatan Kapal Phinisi. Saat memasuki desa tempat pembuatan Kapal Phinisi, kami memilih Kapal Phinisi yang sudah hampir jadi dengan corak yang bagus. Setelah melewati beberapa rumah dengan Kapal Phinisi mereka masing-masing. Akhirnya, kami tiba di rumah terakhir, yang Kapal Phinisi’nya sudah hampir jadi. Kami singgah dan berfoto-foto disana. Namun, hanya Abdi yang naik ke Kapal Phinisi. Kami yang lainnya, tidak naik, melainkan hanya berfoto-foto di sekitar Kapal Phinisi tersebut. Setelah selesai berfoto-foto, kami melanjutkan perjalanan kembali.



Beberapa menit kemudian, kami sampai di Pantai Bira. Hmmm,,,,matahari sudah bersinar begitu cerahnya dan keadaan pantai juga lagi sepi. Tidak seperti di saat weekend dan liburan, Pantai Bira ramai banget. Di hari Rabu, 12 Februari 2014, Pantai Bira sepi akan pengunjung. Kami pun berfoto-foto tanpa memperdulikan sinar matahari. Setidaknya, kami menghabiskan 15 menit di Pantai Bira. Setelah agak lelah berfoto karena kepanasan, kami meninggalkan Bira dan menuju ke Appalarang melalui Ara’.





Perjalanan ke Appalarang merupakan perjalanan yang takkan pernah terlupakan. Kami melalui jalanan naik turun dan sempit. Kami memasuki hutan yang baru dibuka. Tidak ada rumah sama sekali. Jalanannya pun belum selesai dikerja. Hanya separuh yang menggunakan batako. Separuhnya masih tanah bercampur pasir dan batu, batu karang kecil yang tajam. Ranting-ranting pohon disisi kanan dan kiri pun menggores-gores mobil. Jalanan tersebut hanya bisa dilalui oleh satu mobil. Jika tiba-tiba kita bertemu dengan mobil dari arah yang berlawanan, maka akan memakan waktu yang lama untuk bisa mengatasinya. Kebetulan saat kami menuju Tebing Appalarang tersebut, tiba-tiba ada mobil truk dari arah dalam. Kami bingung sesaat. Truk tersebut tidak mundur-mundur juga. Mau tidak mau, mobil kami yang mundur. Untungnya, salah seorang dari truk tersebut membantu Abdi mengarahkan jalan. Alhamdulillah, berhasil teratasi.


Satu hal yang paling membuat kami khawatir saat memasuki kawasan Appalarang itu adalah bensin mobil kami yang jarumnya sudah menunjukkan “Error” dan kami baru menyadari itu saat kami sudah jauh masuk ke dalam hutan tersebut. Kami pun berhenti sekitar 2km sebelum sampai di Tebing Appalarang. Kami takut Abdi tidak mampu menaiki tanjakan nantinya jika kami kembali karena jalanannya curam dan berbatu. Apalagi bensin memang sangat tidak mendukung. Kami turun dari mobil tepat jam 12 siang. Kami berjalan naik turun di tengah hutan untuk sampai di Tebing Appalarang yang kami semua tidak tahu pasti berapa kilometer lagi untuk mencapai tempat tersebut. Awalnya K Eka dan Sari mau menyerah dan kembali. Namun, saya dan yang lainnya menyayangkan kalau kami kembali dan tidak sampai di tempat tujuan. Kami semua pun berjalan dan berjalan dengan saling menyemangati. Yang paling kasian sih, K Eka, karena anaknya, Al-Mulqy tidak mau digendong oleh Abdi ataupun K Ray, hanya mau sama K Eka. Padahal K Eka sendiri sangat kelelahan.


Setelah berjalan kurang lebih sekitar 2km, kamipun sampai di Tebing Appalarang. Panas matahari semakin panas tapi tak juga menyurutkan semangat kami untuk eksis di Tebing yang sangat indah tersebut. Terlebih lagi tempatnya sepi tanpa pengunjung, hanya kami saja. Dari pinggir tebing terlihat air laut di bawah yang biru nan jernih. Seakan kami melihat dasar laut yang berbatu padahal tidak, lautnya dalam. Untuk bisa berfoto di atas batu karang, kami harus menuruni tangga kayu. Kami layaknya mahasiswa pencinta alam yang lagi ekspedisi. Hehehe











Sama halnya saat di Pantai Bira, kami tidak berlama-lama di tempat tersebut. Kami segera pulang setelah berfoto-foto sebentar. Kami berjalan kembali sampai di tempat dimana mobil di parkir. Kami semua kelelahan dan kepanasan. Apalagi K Eka yang sepanjang jalan harus menggendong Mulqy. Bahkan, K Eka hampir saja terjatuh saat kami hampir sampai di mobil. K Ray berlari untuk mengambil Mulqy, tak peduli lagi Mulqy’nya nangis. K Eka bersama Abdi dan Mulqy pun naik mobil. Sementara kami masih disuruh berjalan melewati satu tanjakan lagi, khawatir mobil tidak sanggup menanjak. Kami yang lainnya pun singgah istirahat sejenak. Apalagi saat itu Sari hampir saja pingsan. Setelah Sari yakin masih sanggup berjalan sampai di mobil, kami pun berjalan kembali dan sampai di mobil dengan sangat kelelahan, kepanasan dan kehausan.


Tak perlu menunggu lama, saat semuanya sudah di mobil, kami meninggalkan hutan Appalarang. Tak lama kemudian, kami sampai di kampong Ara’. Hal pertama yang kami cari adalah penjual bensin. Kami sempat singgah disekitar rumah nenek K Ray, namun tak ada bensin dijual. Kami pun melanjutkan mencari. Tak lama kemudian, kami mendapati bensin yang terpajang di pinggir jalan. K Ray pun singgah bersama Abdi. Selain bensin, K Ray juga membelikan kami semua air mineral botol.


Setelah mengisi bensin, kami keluar dari kampong Ara’ dan melanjutkan perjalanan pulang ke rumah K Rya. Kami hanya singgah satu kali di Pertamina untuk mengisi bensin. Kurang lebih satu jam, kami sampai di rumah. Mobil kami parkir di depan rumah mertua K Rya. Kami berjalan kaki sampai ke rumah K Rya yang terletak di belakang rumah mertuanya. Saya sendiri meninggalkan sandal dan nyeker sampai di rumah K Rya karena sandal saya putus saat di Appalarang tadi. Panasnya jalanan sangat terasa namun saya menahannya karena jarak juga tidak terlalu jauh.


Saat sampai di rumah K Rya, kami semua tepar. Chandra dan yang lainnya langsung makan mie siram bersama. Saya tidak ikut makan karena ngantuk saya tak tertahankan lagi. Saya merebahkan badan di ruang tamu yang beralaskan papan yang terasa agak dingin. Setelah lelah agak berkurang, saya pun mandi kembali dan shalat dhuhur sebelum berangkat ke Bantaeng. Yang lainnya juga sama, semuanya mandi kembali karena kami dari berpanas-panasan.


Kami meninggalkan rumah K Rya menuju rumah K Acca’ di Bantaeng sekitar jam setengah tiga sore. K Rya dan K Ray juga ikut kami ke Bantaeng. K Ray bersama Chandra berangkat dengan sepeda motor, sementara K Rya ikut bersama kami di mobil. Satu jam kemudian, tepat jam setengah 4 sore, kami sampai di rumah K Acca’ di Bantaeng. K Acca’ sekeluarga sudah menunggu kami sedari tadi dengan hidangan makan siang. Hanya beberapa saat setelah kami sampai, kami dipanggil masuk ke ruang makan untuk makan siang dengan menu utama, Ikan Bakar.


Begitu makan siang di sore hari usai, kami istirahat sejenak sekalian shalat ashar dulu. Setelah semuanya siap, kami pun berangkat ke Puncak untuk melihat Sunset di Tebing Puncak Gunung Loka, Bantaeng. Ternyata jalanannya tidak seperti yang saya bayangkan. Lebih parah dari jalanan masuk ke Bone ataupun Malino. Jalanan menuju Puncak Gunung Loka, sempit, berkelok-kelok, dan menanjak terus. Jika di sisi kanan tebing, di sisi kirinya pasti jurang ataupun sebaliknya. Mulai dari kaki, lereng, sampai di puncak Gunung Loka, dipenuhi Tanaman Holtikultura, seperti Jagung, segala jenis sayuran, bahkan apel ada di sana. Meski itu pegunungan, namun ada banyak rumah, sekolah, bahkan fasilitas umum seperti pasar, mesjid dan sebagainya ada di sana. Semakin tinggi, hawa pun semakin dingin. Tidak jauh berbeda dengan dinginnya Malino, serasa menggunakan AC dengan temperature 15 derajat celcius. Saat sampai di Puncak dan Tebing Gunung Loka, Angin bertiup semakin kencang dan sangat dingin. Serasa saya hampir diterbangkan angin. Meski begitu, kami tetap berfoto-foto. Kami di puncak sekitar setengah jam. Setelah menikmati Sunset, kami pun turun dengan melalui jalur yang berbeda saat naik. Kami melalui sekolah tempat ngajar K Acca’. Ternyata letaknya memang di daerah puncak. Meski lokasinya di Puncak, sekolahnya tetap terawat. Penduduk di Puncak Loka tersebut cukup ramai. Hanya saja fasilitas lampu jalanannya kurang.






Perjalanan tidak se-menegangkan saat naik. Namun, karena kami capek, saya bersama Sari dan Yus di belakang tidak banyak bicara. Kami bersandar dan terdiam di belakang. Sekitar jam 7 malam, kami sampai di bawah, di kota Bantaeng. Sebelum sampai di rumah K Acca’, Abdi bersama K Acca’ singgah membeli Martabak di pinggir jalan. Setengah jam kemudian, kami sampai di rumah K Acca’. Kami langsung disuguhi The Manis Hangat. Kami pun menikmati Martabak dengan Teh Manis tersebut. Namun, saya sendiri tidak ikut minum the karena saya tidak begitu suka minum teh. Setelah menikmati martabak tersebut, Mulqy pun terbangun dan kami semua siap ingin pulang ke Makassar. Akan tetapi karena orang tua K Acca’ belum pulang dari mesjid, kami pun menunggu sejenak.

Beberapa menit kemudian, Mama K Acca’ tiba dari mesjid. Kami semua berpamitan dan meninggalkan rumah K Acca’ di Bantaeng menuju ke Makassar sekitar jam 8 malam. Kami berpisah juga dengan K Rya dan K Ray yang menuju kembali ke rumahnya di Bulukumba. Dalam perjalanan pulang ke Makassar, saya tertidur. Saya tidak menikmati perjalanan. Saya hanya sesekali mendengar K Eka bercerita dengan Abdi di depan. Saya baru tersadar saat Abdi dan Sari singgah di salah satu Alfa Mart di Takalar untuk membeli snack. Abdi istiraha sejenak sebelum kembali melanjutkan perjalanan.  Sekitar jam 11 malam, kami sampai di Makassar. Saya baru benar-benar tersadar saat sampai di rumah K Eka. K Eka memanggil kami semua untuk singgah ke rumahnya. Setelah mengantar K Eka masuk ke rumahnya, kami melanjutkan perjalanan kea rah BTP. Abdi dan sari mengantar saya bersama Yus dan Chandra ke BTP. Chandra turun tepat di gerbang BTP dan menunggu adeknya menjemput di pangkalan ojek dekat gerbang BTP. Sementara saya dan Yus turun di depan ATM Danamon menunggu adek kami masing-masing. Saya menunggu Wiwi dari rumah, sementara Yus menunggu Ayus yang baru pulang dari kampus. Beberapa menit kemudian setelah Abdi dan Sari meninggalkan kami, Wiwi dan Ayus datang dan kami pun pulang. Jam 00:10, kami tiba dengan selamat di rumah, di BTP. Alhamdulillah,,,,Melelahkan tapi Meyenangkan!!! ^_^

               

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Spend Weekend in Sunset Rumah 40 Villa & Resto, Boneoge

Midday View of Sunset Rumah 40 Villa & Resto, Boneoge - Donggala Time flies so fast. I’ve been staying here for more than 2 years. Yeah, I’m not the local here. I come and stay here for work. If you ask me, “What do you do for a living?”, the answer is “I’m in teaching.” Being a practioner in Education like lecturer, I’m full of works. Many others think that lecturer will be on holiday on the semester break, but FYI it’s not happened on the reality. Semester break is only for students, not lecturers. Final test correction, BKD report, lesson plan, and research proposal are to do lists of lecturers in January. To deal with those activities, of course, I have to be smart in time management. So, I can do relaxation at the end of the month, before coming to the next semester. Unexpectedly, Anna Rufaida, my friend in Tadulako University who works as an operator staff in Language and Art Education Department, invited me to join in her travel plan to Boneoge, Donggala. After knowing whoev

Bits and Pieces of My Life: Hustle Culture and Multitasking

Have you ever heard about hustle culture and multitasking? Hustle culture is a person mentality who thinks work as everything above all. For them, work all day long every day is a must, for the sake of professionality. Until some of them end with burnout - exhaustion of physical or emotional strength or motivation usually as a result of prolonged stress or frustration of work. Sometimes, they are also multitasking - the ability to do multiple tasks at one time. Why do I talk 'bout this?   Hmm...I'm going to share about my activity recently ( in the last three months ).  After re-reading my daily journal, I realize that the rhythm of my life is in contrary with my principle, which is slow living. What I do recently, shows that I'm in hustle culture and a multitasking woman as well. My weekend is always full of workshops or meetings, from one place to another, even from one hotel to another. That's why, some of my friends or colleagues commented by saying:  "

Story of My 18th August

08.18.16 My 26 th Birthday              Bulan Agustus kerap kali menjadi bulan yang paling saya nanti-nanti setiap tahunnya. Itu tidak lain dan tidak bukan hanya karena satu hal, yaitu hari kelahiran. Tiap kali, Bangsa dan orang-orang Indonesia usai merayakan Hari Kemerdekaan, saya pun kembali diingatkan dengan hari dimana saya pertama kali melihat dunia yang fana ini. Tiap kali hari itu datang, saya selalu dan senantiasa bersyukur karena masih dianugrahi umur yang panjang. Namun, di sisi lain, saya pun menyadari bahwasanya saya juga semakin dekat dengan kematian. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa kehidupan dunia itu fana. Dunia hanyalah tempat persinggahan bagi hamba-Nya, sekaligus tempat untuk menyiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal. Dan, kehidupan yang kekal itu adalah akhirat.