Bau-Bau, December 10th, 2015
Pagi harinya, saya terbangun oleh
bunyi alarm HP saya. Saya pun langsung bangun shalat subuh. Setelah shalat,
saya kembali ke tempat tidur. Bukannya tidur kembali, melainkan saya online.
Scrolling IG, check LINE, scrolling Twitter and FB dan sebagainya. Hingga
akhirnya, saya kembali tertidur. Saat saya bangun, Sukma sudah bangun dan lagi
menikmati view daripada kamar kami. Setelah diajak Kak Erwin turun ke
restaurant, dia pun mengajak saya juga untuk ikut turun. Saya pun mengambil
jaket, lalu turun. Beruntung, kami mendapatkan menu sarapan kesukaan saya, nasi
goreng plus tempe, telur, dan kerupuk. Hmmm,,,itu makanan saya! Saya bersama
Sukma langsung makan. Sementara Kak Erwin sibuk menyeduh kopi untuk diminumnya
bersama dengan roti. Dia belum makan nasi. Selesai makan, Kak Erwin turun
berenang, di pantai di belakang restaurant itu. Saya bersama Sukma hanya
melihat-lihat sambil sesekali mengambil foto untuknya yang lagi berenang. Tak
lama kemudian, Halim pun datang. Celakanya, saat dia ingin mengambil makanan,
makanannya sudah keburu diangkat masuk sama pegawainya. Kami juga heran, baru
jam 9 kok jadwal sarapannya sudah tutup. Halim pun tidak jadi makan. Setelah
puas berenang Kak Erwin pun naik. Saya bersama Sukma meninggalkan Kak Erwin dan
Halim. Kami kembali ke kamar.
Saat di depan kamar, terlihat
pegawai hotel, yang lagi membersihkan sampah dan mengepel di depan kamar.
Ternyata, pada hari itu, pegawai hotel sudah kembali bekerja seperti sebelumnya.
Mereka telah kembali dari mudik pilkada. Sekitar jam 10, kami mandi bergiliran
karena saya bersama Kak Selvi dan Sukma mau keluar mencari jambu mente. Kami
akan diantar oleh seniornya Sukma yang malam sebelumnya ia temui di Lippo.
Setelah mandi, kami berpakaian sambil menunggu temannya Sukma datang. Katanya
sih, sekitar jam 11 lewat dia akan datang. Sambil menunggu, teman Sukma yang
lain datang, Sukma pun turun menemuinya. Lama tidak ada kabar dari Sukma, saya
bersama Kak Selvi dan Athy ke kamar Halim. Kami berfoto-foto. bosan berfoto di
kamar, kami keluar mencari tempat foto yang bagus. Kami berfoto di sofa yang
ada di luar kamar di lantai dua. Tepat di atas receptionist. Capek berfoto,
kami kembali masuk ke kamar.
|
Focus on MobilePhone |
|
Athy and Me |
|
Me_Athy_Kak Selvi |
|
Morning Atmosphere of Mira Hotel |
|
Hi,,,This's Kak Selvi (M.Pd. DikDas PPs UNM) |
|
Gossiiipppp in the Morning :D |
|
Peaceeee,,,,,We're so Happy :) |
Tak lama kemudian, Abhe memberitahukan
kalau kami semua di undang untuk pergi makan di rumah Pak Ibrahim. Saya pun
bersama Athy dan Kak Selvi turun menunggu ke lobby hotel. Namun, teman-teman
yang lainnya belum juga turun semuanya. Panggilan selajutnya pun datang, malah
seseorang diutus untuk menjemput kami ke rumah beliau. Abhe dkk pun belum
turun. Hingga akhirnya senior yang akan mengantar kami pergi mencari Jambu
Mente, pun datang. Saya bersama Sukma dan Kak Selvi, Kak Erwin dan Halim
memutuskan untuk keluar dulu. Kami pun sempat berdebat saat akan meninggalkan
hotel. Meski demikian, kami tetap pergi karena sudah terlanjur janji dan
dijemput. Ngak enak juga sama seniornya Sukma. Lagian, kami hanya akan ke satu
tempat.
|
Strolling Traditional Market in Bau-Bau |
Saat kami tiba di pasar
tradisional, kalau tidak salah Pasar Wajo, Athy pun menelpon. Kami
memberitahukan kalau kami akan segera pulang. Namun, mereka di sana tidak
sabaran menunggu, telponnya Athy di ambil alih Abhe, dia pun marah dan kecewa
sama kami. Sukma yang menerima telpon, tidak tahan berdebat dengan Abhe, memberikan
telponnya ke Kak Selvi, Abhe marah-marah ndag jelas hingga menutup telpon. Kami
pun turun menyusuri pasar, mencari Jambu Mente, tapi yang ada hanya yang
mentah. Kami pun memutar balik ke tempat lain, ke pusat ole-ole. Di sana, kami
menemukan Jambu Mente yang mentah dan yang siap makan. Rasanya pun beda-beda,
ada yang manis, ada yang asin. Namun, Kak Selvi dan Sukma batal beli karena
mahal. Sama saja dengan yang ada di Makasaar. Hanya saya dan Halim yang
membeli. Di tempat itu juga di jual madu tapi ternyata bukan madu asli. Meski
demikian, Halim tetap membelinya karena kami tidak teliti sebelum membelinya.
|
Negotiation before Buy :D |
|
We're in SANJABIL (Pusat Ole-Ole khas Bau-Bau) |
Setelah itu, kami menuju ke rumah
Pak Ibrahim, yang berada di dekat hotel. Saat kami sampai di sana, Abhe dkk dan
Athy sudah selesai makan. Kami langsung disuruh makan oleh Pak Ibrahim. Kami
pun langsung makan. Menunya, lagi lagi ikan dan ayam beserta sayur hijau.
Karena piring yang tersedia tidak cukup, daripada minta, saya pun makan
sepiring berdua dengan Kak Selvi. Saya memakan olahan beras ketan sejenis buras
tapi bukan dengan lauk ayam goreng. Setelah kenyang, kami tinggal duduk di
teras rumah Pak Ibrahim itu. Kami bercerita sambil minum teh dan kopi yang
disediakan.
|
Coffee Break in the Terrace of Mr. Ibrahim's House |
|
Lunch Menu in Mr. Ibrahim's House |
|
Sukma and Her Senior in Geography Undergraduate Program |
Menjelang siang, kami pamit untuk
kembali ke hotel. Sebelum pulang, seniornya Sukma sempat meminta mangga di
depan rumah Pak Ibrahim karena kebetulan dia mengenal pemilik rumah tersebut.
Kami berterima kasih pada kakak itu dan pulang dengan jalan kaki karena sudah dekat.
Tiba di hotel, kami langsung makan mangga bersama di kamar Halim dan Kak Erwin. Kami
tidak menawarkan ke Abhe dkk karena kami jengkel sudah dimarah-marahi olehnya.
Padahal itu semua juga karena dia, yang kelamaan ditunggu. Dia selalu saja
menjadi orang yang ditunggu yang membuat kami semakin jengkel padanya. Kami pun
memutuskan untuk tidak berbicara dengannya kalau bukan dia yang memulai duluan
dan minta maaf.
|
Makan Mangga Bersama di Kamar 307 |
|
Tak Sadar Kamera Nih :) |
Setelah makan mangga, kami
kembali ke kamar kami untuk istirahat dan packing. Kak Selvi dan Athy masih
sempat tidur. Tidak dengan saya dan Sukma, kami hanya istirahat. Setelah ashar,
sukma mandi dan siap-siap mau keluar membeli makanan untuk di makan saat di
kapal. Jam 5 sore, saya keluar bersama Kak Selvi, Sukma dan Athy. Kami jalan
kaki ke hypermart, yang terletak di dalam Lippo. Kami belanja seperlunya karena
takut keburu dengan waktu. Kami kembali dan sampai ke hotel beberapa menit
sebelum jam 6. Belum kelar kami packing, sudah ada informasi kalau kami harus
ke pelabuhan sebelum jam 7 karena tiket kapal kami adalah jam 7 malam. karyawan
hotel juga menanyakan apakah kami ingin makan malam sebeum pergi atau tidak.
kami pun mengatakan iya untuk hal itu. Adzan magrib pun terdengar, kami
memutuskan untuk shalat magrib dulu.
Setelah shalat magrib. Kami
membawa keluar barang-barang kami dan check out. Saya langsung mengembalikan kunci
kamar meskipun saat itu receptionists mengatakan bahwa kapal kami baru belum
sandar. Kami duduk di lobby hotel menunggu mobil dan makan malam tersedia.
Setelah mobil datang, kami memasukkan barang kami di bagasi dan masuk ke
restaurant. Berita mengenai kapal apa
yang baru tiba di pelabuhan simpang siur. Oleh karena itu, Pak Madong naik
motor ke pelabuhan untuk mengeceknya, sembari menunggu makan malam siap. Begitu
Pak Madong datang, makan malam pun siap. Kami semua masuk ke restaurant untuk
makan malam bersama Pak Ibrahim. Kami tidak lagi terburu-buru karena kapal yang
tiba di pelabuhan bukan kapal yang akan kami tumpangi. Kapal Dobonsolo baru
akan tiba di pelabuhan jam 7 dan berangkat sekitar jam 9 malam. Kami pun
menikmati malam dengan tenang. Menunya sama saja dengan menu
sebelum-sebelumnya.
Setelah makan malam, sekitar jam
8, kami pamit pada Pak Ibrahim dan istrinya. Kami meninggalkan hotel dan
diantar oleh Pak Madong dan satu mobil lainnya yang entah dikemudikan oleh
siapa. Beberapa menit kemudian, kami tiba di pelabuhan. Kami turun dan pamit
pada Pak Madong. Setelah itu, kami masuk melalui pintu keberangkatan dan
berjalan menuju dermaga. Di sana sudah ada kapal yang akan kami tumpangi, yang
masih sibuk menaikkan barang dan penumpang.
Dengan memegang tiket
masing-masing, kami naik ke kapal tersebut. Kapal itu berbeda dengan dengan
kapal yang kami tumpangi saat kami datang. KM Dobonsolo adalah salah satu jenis
kapal PELNI. Kapal tersebut terdiri dari 7 dek yang sepertinya mampu memuat
puluhan ribu penumpang. Begitu kami naik, kami keliling mencari tempat kami
sesuai dengan yang tertera di tiket. Dan alangkah kagetnya saya dan juga
teman-teman, saat melihat situasi di dalam kapal. Kami naik turun dari dek ke
dek untuk bisa menemukan tempat kami. Dan parahnya, segala jenis bau mulai tercium,
mulai dari bau badan, ikan, durian, hingga sampah yang membuat kami harus menutup
hidung sambil jalan. Abhe pun muntah dibuatnya.
Setelah naik turun berkeliling,
kami menemukan tempat kami dan penuh dengan orang-orang. Tempat kami sudah
diambil alih oleh orang lain. Sepertinya itu terjadi karena kapal tersebugt
adalah kapal lanjutan dan ada ribuan penumpang. Jadi, pihak kapal tidak lagi
mampu mengatur semua itu. Akan tetapi, bagi kami, meskipun tempat tersebut
kosong, kami tetap tidak akan memilih untuk tinggal, duduk dan baring di tempat
seperti itu. Bagaimana tidak, tempatnya sangat kotor, layaknya posko
pengungsian. Saat itu juga, saya sadar dan tidak habis pikir kalau kami akan diberikan
tiket ekonomi untuk kapal jenis itu.
Keluarga Hendra yang juga ada di
pelabuhan saat itu, akhirnya ikut juga keliling mencarikan tempat yang layak untuk kami
tempati. Kami pun menemukan tempat yang cukup untuk duduk. Tempat itu lumayan
bagus dan akan dingin saat kapal sudah jalan karena ada AC di tempat tersebut.
Hanya saja, ada tempat sampah di tempat itu dan kami ditegur saat kami
memindahkannya. Katanya sih, memang itu tempatnya. Parahnya lagi, bau durian
semakin menyengat di tempat tersebut. Saya pun sakit kepala karena hal itu.
Kak Erwin pun menurunkan tempat
sampah itu ke dekat tangga. Lalu kami menyewa tikar untuk alas duduk dan
barang-barang kami. Setelah menyimpan barang-barang, teman-teman yang lain pun
pergi mencari tempat yang agak luas dan nyaman. Setelah menunggu, kami
memilih dan memutuskan untuk turun di dek paling bawah. Di bagian belakang, ada space yang
tidak ditempati orang dan itu agak luas. Kami pun menyimpan barang-barang dan
duduk istirahat. Sukma dan Kak Selvi langsung baring. Sementara Kak Erwin dan
Athy pergi ke toilet. Tak lama kemudian, mereka kembali dan ke kamar mandi lagi
untuk mandi.
Sekitar jam 9, kapal meninggalkan
pelabuhan murhum Bau-Bau. Abhe dan Hendra pun datang meminta kami untuk pindah
tempat lagi, di bagian luar dek paling atas. Namun karena Kak Erwin dan Athy
belum datang, kami menunggu mereka dulu agar supaya mereka tidak pusing lagi
mencari-cari. Saat menunggu, terdengar
pengumuman kalau pemeriksa tiket akan mendatangi setiap penumpang. Kami lagi
ngemil kripik saat petugas tiba di tempat kami. Halim juga memberikan tiket Athy
yang dipegang olehnya. Oleh karena itu, Athy sempat di tahan di tempat lain karena
tidak memiliki tiket. Dia pun menghubungi kami dan Halim memberitahukannya
kalau tiketnya sudah diperiksa. Setelah pemeriksaan tiket, barulah dia bisa
jalan.
Setelah kami semua berkumpul di
dek paling bawah itu, kami sepakat untuk pindah lagi. Namun, sebelum mengangkat
barang-barang, Kak Selvi dan Hendra pergi kembali untuk mengecek tempat
tersebut apakah masih kosong atau sudah ditempati oleh orang lain. Beberapa menit
kemudian, mereka tidak kembali. Kami pun menyusul dan mengangkat semua barang
kami ke tempat yang dimaksud. Dibandingkan dengan tempat sebelumnya, tempat itu
memang nyaman sih. Mengapa? Karena itu bagian luar kapal atau pinggiran kapal.
Hembusan angin laut sangat terasa. Tidak ada lagi bau-bau aneh yang tercium.
Juga tidak terlihat sampah berserahkan. Kami pun menggelar tikar kami lalu
duduk bersandarkan tas dan baring berbantalkan tas dan barang-barang kami.
Kapal terus melaju dengan
kencangnya. Malam pun terus berlalu. Halim, Kak Selvi, Sukma dan Athy tidur
duluan. Sementara Kak Alam, Abhe, Hendra dan Kak Erwin memilih untuk main
domino. Mereka main hingga lewat tengah malam. Saya sendiri tidak bisa
tertidur, terlebih dengan melihat keadaan kami. Saya memikirkan berbagai hal
sambil mendengarkan music. Berkali-kali Kak Alam meminta saya untuk tidur.
Dalam hati, mana saya bisa tidur di tempat seperti itu. Sekitar jam 1, Sukma
bangun dan mau diantar ke toilet. Saya pun bertanya ke Kak Erwin dimana toilet.
Bukannya dijawab, malah ditemani langsung. Mereka pun berhenti main domino.
Saat kami kembali dari toilet, mereka sudah pada posisi tidur masing-masing.
Hendra tidur bersebelahan dengan Abhe di sebelah Kak Selvi, sementara Kak Alam
tidur di kursi.
Saya bersama Sukma dan Kak Erwin
tidak bisa tertidur. Kami pun bercerita di malam yang dingin itu. Waktu terus
berlalu, kapal terus melaju, hembusan angin laut pun semakin dingin. Puncaknya
dingin sekitar jam 3 subuh. Kami semua yang belum tidur kedinginan. Kami memakai
jaket dan menutupi seluruh badan kami dengan kain. Karena teralu dingin, kami
masih tetap kedinginan meski sudah memakai jaket. Sekitar jam 4, Athy pun
bangun karena kedinginan. Dia bangun mencari pakaian di tasnya Abhe yang bisa
dipakainya. Sampai dia tidur memakai sepatunya Abhe karena tidak tahan. Dia pun
diketawai orang-orang saat ke toilet karena memakai sepatu laki-laki yang
kebesaran. Sukma sendiri, karena tidak tahan, dia pun bangun dan terus bergerak
agar tidak kedinginan. Betul-betul, malam itu, dinginnya luar biasa. Saya tidak
tahu, bisa-bisanya teman yang lagi tidur itu, tahan akan hembusan angin yang
super dingin itu.
Sekitar jam 4 lewat terdengar
pengumuman mengenai waktu shalat subuh. Saya pun bergegas ke tempat wudhu dan
shalat di tempat tidur kami itu karena kami tidak bisa lagi ke mesjid. Hanya
Halim dan Kak Erwin yang shalat di mesjid. Setelah shalat subuh, saya mencoba
untuk tidur. Saya pun berhasil tertidur kurang lebih sejam. Sekitar jam 7, saya
bangun dan melihat Halim sudah bangun. Satu persatu, teman pun bangun. Kak
Erwin membeli makanan untuk sarapan. Sementara, kami ngemil snack yang kami
bawa dari Bau-Bau. Selesai ngemil, kami
kembali baring.
Makassar, December 11th, 2015
Sekitar jam setengah 11,
pelabuhan Makassar sudah terlihat. Kami semua pun membereskan barang-barang kami masing-masing.
Kami duduk menanti kapal sandar di dermaga. Butuh waktu hampir satu jam, kapal
baru bisa sandar di dermaga pelabuhan Makassar. Kami tiba di pelabuhan Makassar jam
11 lewat. Kami turun dengan tangga (jalan) yang dihubungkan langsung dengan
terminal kedatangan penumpang. Tepat di lantai dua daripada ruang tunggu saat
kami akan berangkat beberapa hari sebelumnya. Kami pun turun dan keluar dari
ruang tunggu tersebut. Kami keluar dari Pelabuhan. Sukma, Kak Selvi dan Kak
Erwin, dijemput oleh temannya. Sementara saya dan yang lainnya, tidak. Kami
berjalan ke depan pelabuhan.
Setelah duduk sebentar di depan
toko yang terletak di depan pelabuhan tersebut, kami berjalan mencari
pete-pete. Abhe dkk naik di pete-pete yang berdesak-desakan. Sementara saya
terus berjalan hingga akhirnya saya melihat pete-pete B dari kejauhan. Saya pun
memutuskan untuk ke perapatan tersebut. Halim, yang diajak oleh Abhe ikut
dengan mereka di pete-pete yang sama, malah ikut dengan saya. Saya pun naik
pete-pete bersama Halim. Sebelum berbelok ke samping Karlink, saya pun turun
dan berjalan untuk mencari pete-pete arah Daya. Saya pun berpisah dengan Halim
yang lanjut menuju cendrawasih dengan pete-pete yang sama dari dekat pelabuhan
itu. Saya masuk di NTI saat adzan jumat dikumandangkan. Saya tiba di rumah
sekitar jam 1. Alhamdulillah, akhirnya,,,sampai juga di Makassar dengan selamat!
NB:
Previous story, MTMA to Bau-Bau: Hari Kedua di Kota Semerbak.
My Trip My Adventure!!!
Thanks, Pak Ibrahim atas kesempatan ini. Alhamdulillah, bisa meninginjakkan kaki di Kota Bau-Bau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Perjalanan kali ini sarat akan cerita dan pengalaman.
Pertama, ini adalah kali pertama bagi saya melakukan perjalanan antar pulau dengan kapal laut. So far, saya sudah tahu dan merasakan kehidupan di atas lautan lepas. Saya terkesan dengan hospitality daripada segenap crew Kapal jenis Ferry, KM. Marina IX. Meskipun tergolong kecil, yang hanya terdiri atas 2 lantai, akan tetapi situasi dan kondisi dari pada kapal tersebut cukup bagus. Saya bisa menikmati pelayaran berdurasi 24 jam, tanpa gejala mabuk lauk sedikit pun. Tidur pun terasa nyaman, begitu juga saat beribadah. Fasilitas lainnya, seperti toilet, TV, dan aliran listrik, juga baik. Hanya menu makanannya yang tidak begitu bagus. Kami makan 2 kali, pagi dan sore, dengan menu yang berbeda tapi tidak begitu enak. hmmm!!! Untungnya, ada cafetaria. :) Berbeda dengan kapal jenis PELNI, KM. Dobonsolo, yang kami tumpangi saat balik ke Makassar. Itu memang kapal besar dengan fasilitas lengkap, tapi situasi dan kondisinya sungguh sangat tidak nyaman. Mungkin, ini adalah kali pertama dan terakhir kalinya bagi saya untuk merasakan perjalanan laut dengan kapal tersebut.
Kedua, perjalanan ini memang sarat akan duka. Namun, karena saya melaluinya bersama dengan teman-teman yang baik, kami bisa menikmatinya. Kebersamaan membuat kami bisa melewati segala hal yang tidak menyenangkan selama perjalanan. Meski, saya baru pertama kali bertemu dengan mereka semua di pelabuhan saat akan berangkat, akan tetapi kami mampu berbaur layaknya keluarga selama perjalanan singkat ini. Terima kasih teman-teman atas kisah perjalanan tak terlupakan ini.
Ketiga, berkat perjalanan ini, saya bersama teman-teman bisa mendatangi beberapa spot wisata dari pada kota Bau-Bau. Kami menginjakkan kaki dan mengelilingi salah satu benteng terluas di dunia, Benteng Keraton Buton. Merasakan nyiur hijau, suasana sore di Pantai Marina. Menikmati indahnya sunset di Wantiro. Melihat patung Kepala Naga dan Ekor Naga yang berada di tempat berbeda. Melihat keindahan kota Bau-Bau di malam hari dari Kantor Walikota. Merasakan keramaian dari pada Pantai Kamali. Berkeliling dan berbelanja di Pasar Tradisional dan Lippo Plaza Buton. Dan sebagainya. Sungguh perjalanan yang penuh kenangan.
For more experiences, let's contact me!
Hehehe,,,:)
Will be welcome to share.
Serunyaaa... Jadi pingin ke Bau-Bau ^^
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusHehe,,,iya sizt.Liburan disana seruuu. Boleh tuh dimasukkan dalam lists kota yang patut untuk dikunjungi :) Anyway,makaaasih yah atas kunjungannya, Intantya! ^^
BalasHapus